Survei-Sebut-Masyarakat-Dunia-Semakin-Kurang-Tidur

Survei Sebut Masyarakat Dunia Semakin Kurang Tidur

Survei Sebut Masyarakat Dunia Semakin Kurang Tidur -Kualitas tidur yang jelek udah lama menjadi kasus bagi banyak orang di semua dunia.

Menurut laporan berasal dari survei tidur world tahunan yang diterbitkan The Global Pursuit of Better Sleep Health berasal dari Royal Philips, banyak orang cuma tidur sepanjang 6,3 jam terhadap hari kerja dan 6,6 terhadap akhir pekan, jauh lebih rendah berasal dari waktu yang direkomendasikan yakni 8 jam sehari. nahjbayarea.com

Survei selanjutnya dikerjakan didalam rangka memperingati Hari Tidur Sedunia yamg jatuh tiap tiap 15 Maret.

Survei sendiri melibatkan lebih berasal dari 11.000 orang dewasa di Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Jepang, Belanda, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat untuk mengungkap sikap, persepsi, dan prilaku yang terkait bersama dengan tidur.

Hasil survei mengungkap penduduk dunia makin lama tidak cukup tidur. Di waktu yang sama, kesadaran bakal dampak tidur terhadap kebugaran meningkat, tetapi kebugaran tidur yang baik justru makin lama sukar didapatkan.

Selain tidak cukup tidur, 62 persen orang dewasa didalam survei world melukiskan tidur mereka sebagai ‘agak’ atau ‘tidak mirip sekali’ baik, dan hampir setengahnya (44 persen) menyebutkan bahwa tidur mereka udah memburuk didalam lima th. terakhir.

Dampaknya sesudah itu terlihat terhadap kehidupan sehari-hari, kala 60 persen mengalami kantuk di siang hari secara berulang di sepanjang minggu.

Di negara-negara Asia-Pasifik yang disurvei, stres adalah alasan utama individu terjaga di malam hari bersama dengan 50 persen kehilangan tidur sebab cemas atau tekanan.

Selain itu, aspek lain yang membawa dampak orang dewasa di kawasan Asia-Pasifik terjaga di malam hari antar lain: lingkungan tidur mereka (32 persen), problem didalam wujud hiburan seperti televisi, media sosial (27 persen), kondisi kebugaran seperti kasus nyeri atau pernapasan (23 persen), minum minuman berkafein atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu menjelang tidur (18 persen), dan pasangan mendengkur (17 persen).

Meskipun terkandung kebutuhan untuk menanggulangi kekurangan tidur, kasus tidur kerap tidak menjadi prioritas.

Untuk memperoleh tidur yang lebih baik, 31 persen responden di Asia-Pasifik bersedia untuk mempelajari lebih lanjut tentang tidur dan/atau perawatan untuk tingkatkan kualitas tidur mereka secara online, dan 34 persen bersedia menemui spesialis tidur.

Namun sebanyak 75 persen orang dewasa belum melacak dukungan berasal dari profesional medis untuk menanggulangi persoalan tidur mereka, khususnya sebab ongkos konsultasi (25 persen) dan perawatan (30 persen) yang bakal ditanggung.

Padahal tidak cukup tidur udah lama dikaitkan bersama dengan kasus kebugaran fisik dan mental seperti obesitas, penyakit kardiovaskular, stroke hingga menurunnya energi ingat.

Laporan The Global Pursuit of Better Sleep Health berasal dari Royal Phillips mengutarakan bahwa orang-orang di semua dunia tak cukup tidur tiap tiap malam. Beberapa di antara mereka hanya tidur 6,3 jam terhadap hari kerja dan 6,6 terhadap akhir pekan.

Durasi itu jauh lebih rendah berasal dari selagi tidur yang direkomendasi untuk orang dewasa, yakni 8 jam sehari. Survei tidur world tahunan ini dilaksanakan di dalam rangka memperingati Hari Tidur Sedunia terhadap 15 Maret.

Royal Phillips melibatkan lebih berasal dari 11 ribu orang dewasa di Australia, Brasil, Kanada, Cina, Prancis, Jerman, India, Jepang, Belanda, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Para peneliti coba mengutarakan sikap, persepsi, dan tabiat yang berkenaan bersama dengan tidur.

Hasil survei ini mengutarakan penduduk dunia tambah kurang tidur. Meskipun kesadaran akan dampak tidur terhadap kesehatan meningkat, namun kesehatan tidur yang baik justru sulit didapatkan.

Selain kurang tidur, 62 % orang dewasa di dalam survei world menggambarkan mutu tidur mereka sebagai ‘agak’ atau ‘tidak sama sekali’ baik. Hampir setengahnya (44 persen) menjelaskan bahwa tidur mereka udah memburuk di dalam lima th. terakhir.

Dampaknya muncul terhadap kehidupan sehari-hari, kala 60 % mengalami kantuk di siang hari secara berulang di selama pekan. Di negara-negara Asia-Pasifik yang disurvei, stres adalah alasan utama individu terjaga di malam hari, bersama dengan 50 % kehilangan tidur sebab kuatir atau tekanan.

Selain itu, tersedia faktor lain yang membawa dampak orang dewasa di kawasan Asia-Pasifik terjaga di malam hari. Mereka sulit pulas akibat lingkungan tidur (32 persen), problem di dalam wujud hiburan seperti televisi, media sosial (27 persen), suasana kesehatan, seperti masalah nyeri atau pernapasan (23 persen), minum minuman berkafein atau mengonsumsi obat-obatan spesifik menjelang tidur (18 persen), dan pasangan mendengkur (17 persen).

Kebanyakan orang tidur malam kurang berasal dari selagi yang direkomendasi yakni delapan jam per hari. Beberapa di antara mereka hanya tidur sebanyak 6,3 jam terhadap hari kerja dan 6,6 terhadap akhir pekan.

Temuan ini dilansir oleh Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin world di dalam teknologi kesehatan lewat laporan tahunannya mengenai survei tidur yang dimuat di di dalam laporan “The Global Pursuit of Better Sleep Health.”

Survei tidur world tahunan ini dilaksanakan di dalam rangka memperingati Hari Tidur Sedunia, yang melibatkan lebih berasal dari 11.000 orang dewasa di Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Jepang, Belanda, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat untuk mengutarakan sikap, persepsi, dan tabiat yang berkenaan bersama dengan tidur.

Hasil survei ini mengutarakan penduduk dunia tambah kurang tidur. Meskipun kesadaran akan dampak tidur terhadap kesehatan meningkat, namun kesehatan tidur yang baik justru sulit didapatkan. Selain kurang tidur, 62% orang dewasa di dalam survei world menggambarkan tidur mereka sebagai ‘agak’ atau ‘tidak sama sekali’ baik, dan nyaris setengahnya (44%) menjelaskan bahwa tidur mereka udah memburuk di dalam lima th. terakhir.

Dampaknya keluar pada kehidupan sehari-hari, ketika 60% mengalami kantuk di siang hari secara berulang di sepanjang minggu.

Di negara-negara Asia-Pasifik yang disurvei, stres adalah alasan utama individu terjaga di malam hari, bersama dengan 50% kehilangan tidur karena risau atau tekanan.

Selain itu, faktor lain yang mengakibatkan orang dewasa di kawasan Asia-Pasifik terjaga di malam hari antara lain: lingkungan tidur mereka (32%), masalah dalam wujud hiburan seperti televisi, media sosial (27%), kondisi kesehatan seperti kasus nyeri atau pernapasan (23 %), minum minuman berkafein atau konsumsi obat-obatan spesifik menjelang tidur (18%), dan pasangan mendengkur (17%).

Menurut Andreas Prasadja, RPSGT, praktisi kesehatan tidur Snoring and Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Keluarga Kemayoran, tiga kasus tidur yang banyak dialami oleh pasiennya adalah kantuk di siang hari, mendengkur, dan kesulitan tidur (insomnia).

“Banyak orang tetap berpikir bahwa mereka memiliki kasus tidur hanya kala mereka tidur di malam hari dan berpikir mendengkur bermakna mereka tidur nyenyak. Ini tidak benar,” katanya melalui keterangan formal yang diterima Bisnis, Jumat (15/3/2019).